Apa yang
disebutkan di dalam ayat yang mulia tersebut berupa anjuran mencari pasangan
hidup dan menghasilkan keturunan, tidak terlepas dari sebuah kaidah umum yang
terdapat dalam agama ini yang mengatakan:
الشَّارِعُ لاَ يَأْمُرُ إِلاَّ بِمَا مَصْلَحَتُهُ
خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ وَلاَ يَنْهَى إِلاَّ عَمَّا مَفْسَدَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ
رَاجِحَةٌ
“Syariat
tidak memerintahkan kecuali kepada sesuatu yang kemaslahatannya murni atau lebih
mendominasi, dan tidak melarang kecuali dari sesuatu yang kerusakannya murni
atau lebih mendominasi.”
Kaidah ini
dibangun di atas dalil-dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Di antara yang
menunjukkan hal ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)
Maka tidak
ada sesuatupun yang bersifat adil, perbuatan baik, dan menyambung hubungan
dengan yang lain, melainkan Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkannya
berdasarkan ayat ini. Juga, tidak satupun perbuatan keji, mungkar yang
hubungannya dengan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan perbuatan zalim
terhadap makhluk baik terhadap darah, harta, dan kehormatan mereka melainkan
Allah Subhanahu wa Ta'ala melarangnya.
Demikian
pula firman-Nya:
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ
عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ
تَعُودُونَ
“Katakanlah: ‘Rabbku menyuruh menjalankan keadilan.’ Dan
(katakanlah): ‘Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah
dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan
kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)’.”
(Al-A’raf: 29)
Di dalam
ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengumpulkan pokok-pokok (ushul) dari
perintah-perintah-Nya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala mengumpulkan
pokok-pokok (ushul) dari hal-hal yang diharamkan dalam
firman-Nya:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا
بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ
تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: ‘Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang
keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar
hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan
sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan)
mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’.” (Al-A’raf:
33)
Demikian
pula dengan pernikahan, di mana seorang muslim dan muslimah mendapatkan banyak
kemaslahatan darinya, berupa pemeliharaan terhadap kehormatan, mencegah dari
perbuatan zina, memelihara pandangan, melanjutkan generasi, dan berbagai faedah
lainnya yang tidak tersamarkan bagi mereka yang telah
melakukannya.
Wallahu
a’lam.