Selasa, 10 Juli 2012

Kaidah

Apa yang disebutkan di dalam ayat yang mulia tersebut berupa anjuran mencari pasangan hidup dan menghasilkan keturunan, tidak terlepas dari sebuah kaidah umum yang terdapat dalam agama ini yang mengatakan:
الشَّارِعُ لاَ يَأْمُرُ إِلاَّ بِمَا مَصْلَحَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ وَلاَ يَنْهَى إِلاَّ عَمَّا مَفْسَدَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ

“Syariat tidak memerintahkan kecuali kepada sesuatu yang kemaslahatannya murni atau lebih mendominasi, dan tidak melarang kecuali dari sesuatu yang kerusakannya murni atau lebih mendominasi.”

Kaidah ini dibangun di atas dalil-dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Di antara yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)

Maka tidak ada sesuatupun yang bersifat adil, perbuatan baik, dan menyambung hubungan dengan yang lain, melainkan Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkannya berdasarkan ayat ini. Juga, tidak satupun perbuatan keji, mungkar yang hubungannya dengan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan perbuatan zalim terhadap makhluk baik terhadap darah, harta, dan kehormatan mereka melainkan Allah Subhanahu wa Ta'ala melarangnya.

Demikian pula firman-Nya:
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ

“Katakanlah: ‘Rabbku menyuruh menjalankan keadilan.’ Dan (katakanlah): ‘Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)’.” (Al-A’raf: 29)

Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengumpulkan pokok-pokok (ushul) dari perintah-perintah-Nya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala mengumpulkan pokok-pokok (ushul) dari hal-hal yang diharamkan dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: ‘Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’.” (Al-A’raf: 33)

Demikian pula dengan pernikahan, di mana seorang muslim dan muslimah mendapatkan banyak kemaslahatan darinya, berupa pemeliharaan terhadap kehormatan, mencegah dari perbuatan zina, memelihara pandangan, melanjutkan generasi, dan berbagai faedah lainnya yang tidak tersamarkan bagi mereka yang telah melakukannya.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar