Kompilasi
Hukum Islam mengatur mahar secara panjang lebar dalam Pasal 30, 31, 32, 33, 34,
35, 36, 37, 38, yang hampir keseluruhannya mengadopsi dari kitab fiqih menurut
jumhur ulama. Lengkapnya adalah sebagai berikut:
Pasal
30
Calon mempelai
pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan
jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Sebenarnya
yang wajib membayar mahar itu bukan calon mempelai laki-laki, tetapi mempelai
laki-laki karena kewajiban itu baru ada setelah berlangsung akad nikah. Demikian
pula yang menerima bukan calon mempelai wanita, tetapi mempelai wanita karena
dia baru berhak menerima mahar setelah adanya akad nikah.
Pasal
31
Penentuan mahar
berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran
Islam.
Pasal
32
Mahar diberikan
langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak
pribadinya.
Pasal
33
(1) Penyerahan
mahar dilakukan dengan tunai.
(2) Apabila calon
mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk
seluruhnya atau untuk sebagian. Mahar yang belum ditunaikan menjadi utang
(calon) mempelai pria.
Pasal
34
(1) Kewajiban
penyerahan mahar bukan merupakan rukun dalam pernikahan.
(2) Kelalaian
menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan
batalnya pernikahan. Begitu pula halnya dalam keadaan mahar masih terutang,
tidak mengurangi sahnya pernikahan.
Pasal
35
(1) Suami yang
menalak istrinya qobla ad-dukhul (yakni sebelum ‘berhubungan’, ed.) wajib
membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad
nikah.
(2) Apabila suami
meninggal dunia qobla ad-dukhul seluruh mahar yang telah ditetapkan menjadi hak
penuh istrinya.
(3) Apabila
perceraian terjadi qobla ad-dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka
suami wajib membayar mahar mitsl.
Pasal
36
Apabila mahar
hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama
bentuk dan jenisnya atau dengan barang lain yang sama nilainya atau dengan uang
yang senilai dengan harga barang mahar yang hilang.
Pasal
37
Apabila terjadi
selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan, penyelesaiannya
diajukan ke Pengadilan Agama.
Pasal
38
(1) Apabila mahar
yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi (calon) mempelai wanita
tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahar dianggap
lunas.
(2) Apabila istri
menolak untuk menerima mahar karena cacat, suami harus menggantinya dengan mahar
lain yang tidak cacat. Selama penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap
masih belum dibayar.
Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar