‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهَا
“Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan.” (HR. Abu
Dawud no. 2117 dan selainnya. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Al-Irwa’ no. 1924)
‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu menasihatkan,
“Janganlah kalian berlebih- lebihan dalam menetapkan mahar para wanita, karena
kalau mahar itu dianggap sebagai pemuliaan di dunia atau tanda takwa kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, tentunya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
lebih dahulu daripada kalian untuk berbuat demikian.” (HR. Abu Dawud no. 2106
dan selainnya. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud mengatakan
hadits ini hasan shahih)
Tidak ada ketentuan mahar harus berupa barang/benda
tertentu. Bahkan mengajarkan surah-surah Al-Qur`an dapat dijadikan mahar,
sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Sahl bin Sa’d radhiyallahu 'anhu yang telah
disebutkan. Demikian pula memerdekakan istri yang semula berstatus budak dapat
dijadikan mahar sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan
kemerdekaan Shafiyyah bintu Huyai radhiyallahu 'anha dari perbudakan sebagai
maharnya seperti tersebut dalam hadits yang diriwayatkan dalam Shahihain dari
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu. Seorang wanita dapat pula menerima keislaman
calon suaminya yang semula kafir sebagai mahar, sebagaimana mahar Ummu Sulaim
radhiyallahu 'anha ketika menikah dengan Abu Thalhah radhiyallahu 'anhu.
Diriwayatkan haditsnya oleh An-Nasa`i dalam Sunan- nya no. 3340, dishahihkan
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih An-Nasa`i.
Tidak ada pula ketentuan jumlah minimal dan maksimal
dari sebuah mahar. Hanya saja tidaklah disukai bila mahar itu berlebih-lebihan
sehingga memberatkan pihak laki- laki dan menghambat pernikahan. Karena mematok
mahar yang tinggi, menjadikan banyak wanita memasuki usia tua tanpa sempat
menikah. Bagaimana tidak, setiap lelaki yang datang ditolak dengan alasan tidak
mampu memberikan mahar yang tinggi, atau lelaki itu yang mundur teratur karena
tidak bisa memenuhi tuntutan yang ada. Wallahul musta’an.
Seharusnya hal ini menjadi perhatian, agar tidak
menuntut mahar yang terlalu tinggi. Toh mahar ini merupakan hak si wanita. Ia
yang seharusnya secara pribadi memiliki mahar tersebut. Adapun ayah atau
keluarganya yang lain tidak punya hak.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar